PERLAWANAN DIPONEGORO ( 1825 – 1830
) MENGHADAPI KOLONIALISME
Perang Jawa
ini disebut Perang Diponegoro karena perang ini dipimpin oleh Pangeran
Diponegoro yang merupakan anak dari
Hamengkubuwono III. Perang ini terjadi dua kali periode yaitu tahun 1825 – 1826
kemudian 1827- 1830. Wilayah perperangan
terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. keadaan masyarakat pada masa itu sangat
memprihatikankan dan sehinggan pengikut Pangeran
Diponegoro bertambah banyak.
1.
Latar
Belakang terjadinya Perang
Perang Diponegoro terjadi disebabkan karena Kondisi rakyat Jawa pada masa itu sangat
memprihatikan karena Pemerintahan Hindia Belanda memberlakukan Pajak yang
sangat menyiksa bagi rakyat. Dan Van der Capelen memintak agar sewa untuk
partiklir dihentikan para bangsawan yang biasa menyewakan tanahnya kehilangan sumber pendapatan disamping itu juga harus mengembalikan uang
muka yang telah dibayar oleh penyewa – penyewa Cina dan Eropa ( yang telah habis dibelanjakan ) dan juga
menganti rugi kepada mereka atas berbagai perbaikan yang mereka lakukan ditanah
– tanah tersebut sehingga hal ini ang
menyebabkan bangsawan rugi . Dan juga ketidak sukaan rakyat Jawa terutamaa
Pangeran Diponegoro terhadap Pemerintahan Hindia Belanda, karena Hindia Belanda
terlalu ikut campur didalam permasalahn internal kraton terutama dalam pergantian
raja di Yokyakarta dan Korupsi yang merajalela dikalangan istana . Sebab lainya
yang meledakan perang adalah Provokasi yang dilakukan oleh Hindia Belanda yang
merencanakan pembuatan jalan yang
melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa memberi tahu
terlebih dahulu hal ini dianggap suatu tindakan pemerasan.
Dalam situasi seperti ini munculah
perlawanan melawan terhadap Hindia Belanda
yaitu Pangeran Diponegoro sebagai pemimpin perang dan dibantu oleh pangeran –
pangeran yang ada didaerah Jawa yang tidak suka terhadap pemerintahan Hindia Belanda
di Jawa.
2.
Narasi
Perang
Perang ini terjadi dua periode yaitu
:
A. Periode
1825- 1826.
Perang Diponegoro dimulai karena sebuah jalan yang akan
dibuat oleh pemerintahan Hindia
Belanda didesa Tegalrejo yang melalui tanah makam leluhurnya Pangeran
Diponegoro yang terjadi pada bulan mei 1825. Disana terjadi perseteruan antara pengikut Diponegoro dengan Hindia Belanda atau orang – orang (Patih
Danureja IV ) ketika terjadi patokan – patokan untuk jalan
raya yang kemudian dipancang. Sesudah itu berlangsung ketegangan 20 Juli 1825 yaitu pihak Belanda
mengirim serdadu – serdadunya dari Yokyakarta untuk menangkap Pangeran
Diponegoro. sehingga terjadi pertempuran terbuka dimana Tegalrejo direbut dan dibakar, tetapi
Diponegoro dengan Mangkhubumi berhasilkan meloloskan diri dengan mengibarkan
Panji perang Jawa tahun 1825. Markas utama Diponegoro adalah di
selarong yang terletak disebelah barat Yokyakarta.
Diponogoro mendapatkan bantuan dari adiknya yaitu
Adinegoro yang menyusulnya ke Selarong dan membawa 200 prajurit, kemudian Adinegoro
di angkat menjadi patih yang bergelar Suryenglogo. Pemberontakan tersebar
dengan cepat diseluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. 15 dari 29 Pangeran ikut
bergabung dan 41 dari 88 bupati juga ikut bergabung sedangkan Surakarta tetap
menjaga jarak tetapi mereka akan memihak
pihak pemberontak jika Diponegoro berhasil mengalah Hindia Belanda. Dan didalam
Perang ini komunitas agama bergabung dengan Pangeran Diponegoro yaitu Kayai
Maja ( pemimpin Spritual pemberontakan tersebut )
Insiden ini di ketahui oleh Van De Capellen sehinga ia
mengirim Letnan Jendral Henrik Marcus De Kock
ke S,urakarta ternyata surakarta memihak balanda. Akibat yang di lakukan oleh Belanda di Tegalrejo
membuat Dipenogoro mulai meningkatkan peperangan, permulaan perang dimana
pasukan Diponogoro barhasil merebut daerah Pacitan tanggal 6 Agustus dan
Powordadi 28 Agustus tahun 1825. Pada waktu perang kekuatan militer Belanda
tidak begitu besar sehingga tidak bisa menandingi kekuatan Pasukan Diponegoro.
Daerah pertempuran semakin lama semakin meluas didaerah Kedu terjadi
pertempuran sengit tepatnya di Desa Dinoyo. Disini pasukan Diponegoro
menghadapi pasukan lawan yang besar (gabungan pasukan Belanda dan Temunggung
Danunigrat) hal ini membuat Seconegoro dan Kaertonegoro meminta bantun ke
Selarong. Dari Selarong dikirim prajurit Bulkiya yang dipimpin oleh Haji Usman
Ali Basah dan Haji Abdul Kadir dengan ini akhirnya pasukan Belanda di daerah
Kedu dapat dipukul mundur dan Tumenggung Danuningrat tewas. Sedangkan pasukan
Bulkiya berhasil merampas beberapa pucuk senapan dan meriam serta pelurunya.
Dalam pertempuran di Semarang Pangeran Serang berhadapan
dengan Belanda, dari pihak Belanda Jenderal De Kock mengarahkan semua kekuatan
pasukan Belanda dengan opsir-opsir Belanda yang berada di luar Jawa ditarik
semuanya ke Jawa. Kemudian Jenderal Van Geen yang bertugas di Bone tiba di
Semarang. Jederal ini kemudian ditugaskan untuk menumpas perlawanan di
Semarang, dan Semarang akhirnya jatuh ke tangan Belanda dan pangeran Serang
melarikan diri ke daerah Sukowati. Kemudian di daerah ini pangeran Serang juga
tetap mengadakan perlawanan bersama dengan Tumenggung Kartodirjo, tetapi dengan
adanya perlawanan sangat keras di pihak Belanda mengakibatkan daerah ini juga
jatuh ketangan Belanda. Pangeran Serang
berhasil melariakn diri sampai ke Madiun, di madiun juga berhasil dikalahkan
Belanda.
Peralawan yang terjadi di berbagai daerah yang mengakibatkan Belanda sulit untuk
menyerbu markas besar Diponegoro yang ada Serang.
Setelah
kekalahan-kekalahan yang terjadi dibeberapa daerah Dipenogoro mengangkat
pimpinan untuk memeperkuat barisan yang dipimpin oleh Raden Dullah Prawirodijo
(Sentot),kemudian prajurit Surojo dipimpin oleh Abu Sungep sedangkan pimpinan
Bulkya dipimpin oleh Haji Muh. Sedangkan prajurit Matiderejo yang dipimpin oleh
Putut Lawa yang bertugas untuk melindungi pangeran Diponegoro. Peperangan terus
berlanjut dimana daerah Gunung Kidul yang dipimpin oleh Pangeran Singosari
jatuh ketangan Belanda.pangeran singosari mundur dan bergabung dengan syeh
Dullah kaji Muda di Imogiri. Perlawanan sengit yang terjadi disana yang
berhasil memukul mundur Belanda. Sedangkan Pasukan Diponegoro berhasil memukul
mundur Belanda di benteng Belanda di Prambanan.
Tahun 1826 Di
daerah Pleret pasukan Diponegoro cukup kuat yang di pimpin oleh Kertopengalasan
sehingga dia mendapat serangan dari duak kali dari pihak belanda namun masih bisa dipertahankan.
sedangkan ditempat lain Sentot Ali Basyah berhasil melakukan penyergapan
terhadap Belanda di kasuran. Dan juga pertempuran sengit terjadi bulan juli
1826 didekat Lekong yang membawa akibat tewasnya wali dari Sultan
Hamengkubuwono V sementara didaerah Delanggu pasukan Diponegoro berhasil
mendesak musuh.
B. Periode
1827-1830.
Kesulitan-kesulitan selama periode perang tahun 1825-1826
mendorong pimpinan militer Belanda untuk menggunakan siasat baru yang dikenal
dengan Benteng Stelsel disebut dengan sistem benteng. sistem ini dimulai oleh
Jendral De Kock yang mempunyai tujuan untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro
dengan cara mendirikan benteng-benteng didaerah yang diduduki oleh Belanda. tujuan
ini sebenarnya untuk memberikan tekanan terhadap Pangeran Diponegoro untuk
menghentikan perlawanan, namun hal ini sia – sia tetap saja Pangeran Diponegoro
tidak terbujuk. Kemudian cara lain yang digunakan oleh Belanda yaitu dengan
perundingan tanggal 23 Agustus 1827 di Cirian (Klaten) dalam perundingan ini
pihak dari Diponegoro di wakili oleh Kiyai Maja dan Ngabei Abdul Rahman namun
usaha ini tidak berhasil. hal inilah
yang membuat Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan dengan giat tetapi disisi
lain pasukan diponegoro lebih lemah karena pimpinan-pimpinan pasukan banyak di
tangkap oleh Belanda. kemudian Belanda mengadakan perundingan lagi tanggal 10
oktober 1827 dan Pangeran Diponegoro mengirim utusannya yaitu Tumenggung Mangkuprawiro
perundingan ini mengalami kegagalan karena Pangeran Diponegoro tidak mau
menyerah hal inilah yang menyebabkan terjadinya perlawanan lagi.
Markas diponegoro yang berada di banyumeneng diserang
lagi oleh Belanda sebaliknya Pasukan Diponegoro melakukan penyerangan-penyerangan
balik di pos-poss Belanda. Rakyat Rembang yang di pimpin oleh Raden Tumenggung
Ario Sosrodilogo melakukan perlawanan terhadap Belanda Di Rajekwesi. Sebuah
pasukan rakyat yang memihak Diponegoro pada tanggal 15 Desember 1827 berhasil
menduduki Padangan dan selanjut bergerak ke Kota Ngawi.
Didaerah Tuban perlawanan rakyat 16 Desember 1827 cukup
berat bagi Belanda sehingga untuk menghadapinya, Belanda terpaksa mendatangkan
bantuan dari daerah lain. Baru pada tanggal 7 Maret 1828 Perlawanan rakyat
Rembang dapat dipatahkan. Dikota Mangelang yang terletak ditengah – tengah
wilayah perang, oleh De Kock dijadikan
pusat kekuatan milternya ( yang terdiri
dari pasukan – pasukan sultan, Pakualam dan Mangkunegoro) yang digunakan untuk menghalangi
gerakan pasukan inti Diponegoro kearah timur. Sedangkan Pasukan Belanda yang
bermarkas Dimangelang digunkakan untuk menutup jalan yang menghubungan daerah
opersi Dipenogoro di Yokyakrta dengan daerah – daerah disebelah Utara dan
Barat.
Bupati – bupati daerah yang memihak Belanda cukup
menyulitkan hubungan pasukan – pasukan Dipenogoro dari daerah yang satu ke dearah
yang lain. Perlawan didaerah – daerah manjadi terpisah satu sama lain sehingga
sulit diadakan koordinasi.
3. Akhir
Perang
Bertambahnya kekuatan Belanda yang
mendapat pertolongan dari sekutu – sekutunya
yang membuat pasukan Diponegoro semakin terdesak diberbagai medan pertempuran dan juga Belanda selalu membujuk pemimpin – pemimpin tanguh pasukan Diponegoro agar menyerah.
Natodinigrat, Ari Papak, Sosrodiligo, Kyai Mojo dan masih banyak pemimpin
pasukan lainya yang menyerahkan diri kepada Belanda. Hal inilah yang
menyebabkan lemahnya pasukan Diponegoro. Belanda juga memaksa Pangeran Diponegoro menghentikan perlawanan kalau tidak anaknya
Pangeran Anom akan dibunuh. Sedangkan Pasukan Sentot masih gemar – gemarnya
melakukan penyerangan terhadap Belanda sehingga Belanda mundur ketepi sungai
Progo. Belanda selalu berupaya mendekati Sentot namun selalu gagal. Cara lain
yang digunakan oleh Belanda adalah menggunakan Pangeran Ario Prawirodningrat (
bupati Madium) yang masih kerabat dengan Sentot sendiri. Akhirnya Sentot
meyerah dan berdamai dalam perjajian Imogiri 17 Oktober 1929 . Bagi Diponegoro
dengan menyerahnya Sentot merupakan pukulan yang sangat berat sedangkan Pengeran
Joyokusumo sebagai ahli taktik juga
sudah meninggal. Sehingga merosotnya kekuatan pasukan Diponegoro semakin jelas
karena orang yang berperan didalam melakukan penyerangan banyak yang menyerah
kepada Belanda.
Usaha lain yang dilakukan Belanda
ntuk mempercepat perang dengan cara pemberian hadia bagi siapa yang berhasil
menangkap Pangeran Diponegoro akan dibayar 20.000 Ringit. Namun hal ini tidak
berhasil sehigga Belanda mencari cara lain
jalan lain Yaitu Klonel Cleerens berusaha membujuk pangeran diponegoro
dan mengadakan pertemuan dengan Pangeran Diponegoro didesa Romo Kalam 16
Februari 1830. Dan perundinagn selanjutnya didaerah Kecawang sesudah itu baru
Dimangelang . Kepercayaan Pangeran
Diponegoro terhadap kolonel Cleerens
tanggal 21 Februari 1830 ia sampai di Bukit Menoreh dan tanggal 8 maret
mamasuki kota Mangelang.
Jendaral De Kock yang mengetahui hal
ini langsung secara diam – diam membuat rencana untuk melakukan penangkapan
apabila perjanjiaan tersebut gagal. Ternyata memang perjanjian tersebut gagal
dan Pangeran Diponegoro berhasil ditangkap di rumah Residen Kedu yang menjadi tempat perundingan tepatny pada tanggal 28 Maret 1830. Pangeran
Diponegoro di asingkan ke Manando dan
pada tahun 1834 Pangeran Dipenogoro dipandahkan ke Ujuang Pandang disinilah Pangeran
Diponegoro maninggal sampai tahun 1855. Dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro
membuat pasukan Dipenogoro semakin lemah dan akhirnya perlawanan tidak berarti lagi.
4. Akibat
Perang Diponegoro
Bagi masyarakat Jawa sendiri. Perang
Dipenogoro merupaka perang terbesar yang
menghabiskan ribuan nyawa masyarakat Jawa
pada masa itu. sedangkan kerajaan Yokyakarta yang selalu di anggap
sebagai timbulnya bahaya bagi Belanda terus diperlemah kedudukannya dan daerah – daerah yang penting kedudukanya
seperti kedu, banyumas di ambil oleh Belanda. Daerah wilayah Yokyakarta semaki
kecil dan sempit wilayahnya dan semakin lemah pulalah kekuasaan Yokyakarta.
Kediri dan Madium yang merupakan wilayah Sala di ambil oleh Belanda.
Bagi belanda akibat dari perang ini
adalah kerugian yang sangat besar terhadap Belanda dan kekosongan khas Hindia
Beanda akibat Perang ini yang berkisar sebesar 20 juta rupiah Belanda. Dan
Belanda kehilangan serdadu eropa sebanyak 8.000 orang sedangkan serdadu jawa
7.000 orang.
KESIMPULAN
Perang
Diponegoro ini dimulai karena ketidak
sukaan pemerintah Hindia Belanda yang bertindak sewenang – wenang terhadap rakyat. Dan sebab yang memicu
terjadi perang karena tanah leluhur Pangeran Diponegiro dipatok oleh Hindia Belanda untuk dibuatkan
jalan. Sehingga terjadi permasalahn
antara rakyat diTegalrejo dengan pasukan – pasukan Hindia Belanda yang dan
bantu oleh kesultana Yokykarta dibawah kekuasaan Adipati Danurejo. Terjadilah
pertempuran anara rakyat dengan pasukan Hindia Belanda yang mengakibat Puri dan
Mesjid DiTegalrejo habis terbakar kemudian pergolokan lain terjadi diseluruh
wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pasukan Diponrgoro sangat tanguh sehingga
pasukan Hindia Belanda tidak bisa mengempung markas Diponegoro. Kemudian Hindia Belanda menghalalkan segala cara untuk
membujuk Pangeran Diponegoro ternyata selalu gagal. Sehingga terjadi perlwanan
lagi kedua kalinya yang pada masa itu banyak pemimpin – pemimpin pasukan di
tangkap oleh lawan. Yang mengakibatkan Pangeran Diponegoro mau berundiang,
tetapi kesepakatan akhir tetap gagal. Kemuadian Pengeran Diponegoro ditangkap
dan dibuang ke Manado sesudah tahun 1834 dipindahkan ke Ujung Pandang.
Daftar Bacaan :
Poesponegoro, Marwati
Djoened dan Nugroho Noto S. 1984. Sejarah
Nasional Jilid VI.Jakarta : balai
Pustaka
Dekker,Nyman.1975.Sejarah
Indonesia dalam Abad XIX.YPTP Ikip Malang : Amamater
Ricklees. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar