POLITIK LIBERAL (1870 –
1890)
A.
Latar
Belakang
Pelaksanaan
politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik
Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh
kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada
tahun 1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa
kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta. Pemerintah
hanya mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam yang tidak boleh
campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan
dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian
pendapatan negara juga akan bertambah banyak.
Untuk mewujudkan
sistem tersebut, pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan politik kolonial
liberal atau sering disebut “politik pintu terbuka” (open door policy). Sejak
saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha
swasta asing untuk menenemkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan.
Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang De Waal,
yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula. Undang-Undang Gula
(Agrarische Wet) menjelaskan, bahwa semua tanah di Indonesia adalah milik
pemerintah kerajaan Belanda. Sistem Pelaksanaan Politik Liberal adalah sebagai berikut :
1. Penghapusan Sistem Tanam Paksa
2. Memperluas Penanaman Modal Pengusaha
Swasta Belanda
3. Diberlakukan undang-undang baru pada
tahun 1870 untuk menunjang usaha perkebunan, antara lain: UU Agraria(Agrarische
Wet), Pernyataan Hak Tanah (Domein Verklaring, dan UU Gula (Suiker Wet)
4. Mengubah status kepemilikan tanah
dan tenaga kerja Tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan
(pribadi). Tanah dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual. Jadi, ada
kebebasan dalam memanfaatkan tanah dan tenaga kerja.
5. Meluaskan peredaran uang
6. Mulai dikenal sistem upah yang
diperoleh bila mereka menyewakan tanah dan bekerja di perkebunan dan pabrik.
7. Membangun sarana perhubungan Perhubungan
darat dan laut dikembangkan untuk memudahkan pengangkutan hasil perkebunan.
Jalan raya, jalan kereta api, jembatan, pelabuhan, dan sarana lainnya dibangun
untuk mempercepat pengangkutan dan perpindahan penduduk ke tempat lain.
B.
Lahirnya
Undang-Undang Agraria
Pada tahun 1860-an politik batig slot (mencari
keuntungan besar) mendapat pertentangan
dari golongan liberalis dan
humanitaris. Kaum liberal dan kapital
memperoleh kemenangan di parlemen.
Terhadap tanah jajahan (Hindia
Belanda), kaum liberal berusaha
memperbaiki taraf kehidupan rakyat
Indonesia. Keberhasilan tersebut dibuktikan
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870.
Pokok-pokok UU Agraria tahun 1870 berisi:
1. Pribumi
diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada pengusaha swasta.
2. Pengusaha
dapat menyewa tanah dari
gubernemen dalam jangka waktu 75 tahun.
Dikeluarkannya UU Agraria ini mempunyai tujuan yaitu
untuk memberi kesempatan dan jaminan kepada swasta asing (Eropa) untuk membuka
usaha dalam bidang perkebunan di Indonesia, dan melindungi hak atas tanah
penduduk agar tidak hilang (dijual).
UU Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
UU Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga
mengeluarkan Undang-Undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870. Tujuannya
adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha
perkebunan gula. Isi dari UU ini yaitu:
1. Perusahaan-perusahaan
gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap.
2. Pada
tahun 1891 semua perusahaan
gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh
swasta.
Dengan adanya UU Agraria dan UU Gula tahun 1870,
banyak swasta asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha
perkebunan maupun pertambangan. Berikut ini beberapa perkebunan asing yang
muncul di Indonesia :
1. Perkebunan
tembakau di Deli, Sumatra Utara.
2. Perkebunan
tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3. Perkebunan
kina di Jawa Barat.
4. Perkebunan
karet di Sumatra Timur.
5. Perkebunan
kelapa sawit di Sumatera Utara.
6. Perkebunan
teh di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Politik pintu terbuka yang
diharapkan dapat memperbaiki kesejahteraan rakyat,
justru membuat rakyat semakin menderita. Eksploitasi terhadap sumber-sumber
pertanian maupun tenaga manusia semakin hebat. Rakyat semakin menderita dan
sengsara. Adanya UU Agraria memberikan pengaruh bagi kehidupan rakyat,
seperti berikut:
1. Dibangunnya
fasilitas perhubungan dan irigasi.
2. Rakyat
menderita dan miskin.
3. Rakyat mengenal
sistem upah dengan uang,
juga mengenal barang-barang ekspor dan impor.
4. Timbul pedagang perantara,
Pedagang-pedagang tersebut pergi ke daerah
pedalaman, mengumpulkan hasil pertanian dan
menjualnya kepada grosir.
5. Industri
atau usaha pribumi mati
karena pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan
dan pabrik-pabrik.
C. Pelaksanaan
Politik Liberal
1.
Tenaga Kerja
Penanaman modal di Indonesia, sebagian besar diarahkan untuk
pembangunan perkebunan-perkebunan yang dapat menghasilkan komoditi yang
diperlukan bagi bahan dasar industri. Lalu dibangunlah perkebunan- perkebunan
yang sebagian besar dibangun di daerah Jawa dan Sumatera. Pembangunan
perkebunan ini membutuhkan tenaga kerja yang akan digunakan untuk mengurus
perkebunan. Dengan demikian, banyak penduduk yang diangkat menjadi tenaga kerja
perkebunan, bahkan untuk perkebunan di Sumatera diangkat tenaga kerja yang berasal
dari Jawa. Terjadilan arus transmigrasi dari pulau Jawa ke Sumatera yang
dilakukan secara paksa. Bahkan ada di antara orang-orang Jawa ini yang dikirim
ke daerah Madagaskar dan Suriname.
Eksploitasi yang dilakukan oleh para kapitalis terhadap
penduduk Indonesia dilakukan dengan gaya baru. Para pekerja dipaksa untuk
bekerja di perkebunan-perkebunan dengan upah yang sangat minim dengan beban
kerja yang sangat tinggi. Mereka tidak bisa menghindar dari ketentuan tersebut
karena mereka terikat kontrak kerja. Pada tahun 1881, pemerintah kolonial
Belanda mengeluarkan undang-undang Koelie Ordonantie yang mengatur para
pekerja. Berdasarkan undang-undang tersebut, para kuli bekerja sesuai dengan
kontrak. Bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut akan dijatuhkan hukuman
berupa poenale sanctie. Para pengusaha diberikan kewenangan dan hak yang besar
untuk memperlakukan dan menjatuhkan hukuman para pekerja sesuai dengan
keinginannya.
Untuk mendukung program perkebunan
tersebut, pemerintah kolonial Hindia Belanda membangun berbagai prasarana,
seperti irigasi, waduk, jalan raya, jalan kereta api, serta
pelabuhan-pelabuhan. Pembangunan sarana-sarana tersebut seringkali memakan
korban jiwa yang sangat banyak dari penduduk Indonesia karena mereka
dipekerjakan secara paksa. Akan tetapi dengan pembangunan prasarana tersebut,
terutama pembangunan jaringan jalan raya telah menimbulkan pengaruh bagi
tumbuhnya mobilitas penduduk. Pembangunan jalan raya dan kereta api
memungkinkan pertumbuhan dan hubungan antarkota secara cepat. Dampaknya adalah
lahirnya kota-kota baru di daerah pedalaman seperti Malang, Bandung, Sukabumi,
dan sebagainya. Lahirnya kota-kota baru tersebut memicu pertumbuhan urbanisasi
yaitu gerak perpindahan penduduk dari desa ke kota.
2.
Kemajuan Ekonomi
Selama zaman Liberal (1870–1900), usaha-usaha perkebunan
swasta Barat mengalami kemajuan pesat dan mendatangkan keuntungan yang besar
bagi pengusaha. Kekayaan alam Indonesia mengalir ke Negeri Belanda. Akan
tetapi, bagi penduduk pribumi, khususnya di Jawa telah membawa kemerosotan
kehidupan dan kemunduran tingkat kesejahteraan. Hal ini sangat terasa sejak
adanya krisis perkebunan tahun 1885 yang mengakibatkan uang sewa tanah dan upah
pekerja di pabrik serta perkebunan menurun.
3.
Akibat Politik Liberal
Tahun 1885 perkembangan tanaman perdagangan mulai berjalan
lamban dan terhambat, karena jatuhnya harga-harga gula dan kopi di pasaran
dunia. Dalam tahun 1891 harga tembakau turun drastis, sehingga membahayakan
perkebunan-perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur. Krisis tahun 1885
mengakibatkan terjadinya reorganisasi dalam kehidupan ekonomi Hindia-Belanda.
Perkebunan-perkebunan besar tidak lagi sebagai usaha milik perseorangan, tetapi
direorganisasi sebagai perseroan-perseroan terbatas. Pimpinan perkebunan bukan
lagi pemiliknya secara langsung, tetapi oleh seorang manager, artinya seorang
pegawai yang digaji dan langsung bertanggungjawab kepada direksi perkebunan
yang biasa dipilih dan diangkat oleh pemilik saham.
Krisis perdagangan tahun 1885 juga mempersempit penghasilan
penduduk jawa, baik uang berupa upah bagi pekerjaan di perkebunan-perkebunan
maupun yang berupa sewa tanah. Politik kolonial baru yaitu colonial-liberal,
semakin membuat rakyat menjadi miskin. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
:
1. Kemakmuran rakyat ditentukan oleh
perbandingan antara jumlah penduduk dan faktor – faktor produksi lainnya
seperti tanah dan modal.
2. Tingkat kemajuan rakyat belum begitu
tinggi, akibatnya mereka menjadi umpan kaum kapitalis. Mereka belum mengenal
sarekat kerja dan koperasi untuk memperkuat kedudukan mereka.
3. Penghasilan rakyat masih diperkecil
oleh system voorschot (uang muka)
4. Kepada rakyat Jawa dipikulkan the
burden of empire (pajak /beban kerajaan). Sebagai akibat politik tidak
campur tangan Belanda terhadap daerah luar jawa, pulau Jawa harus membiayai
ongkos-ongkos pemerintahan gubernmen diseluruh Indonesia.
5. Keuntungan mengalir di negeri
Belanda, pemerintah juga tidak menarik pajak dari keuntungan – keuntungan yang
didapat para pengusaha kapaitalis. Pemerintah menganut system pajak regresif,
yang sangat memberatkan golongan berpendapatan rendah.
6. Meskipun system tanam paksa telah
dihapuskan tetapi politik batig-slot belum ditinggalkan.
7. Krisis tahun 1885 mengakibatkan
terjadinya pinciutan dalam kegiatan pengusaha-pengusaha perkebunan gula, yang
berarti menurunnya upah kerja sewa tanah bagi penduduk. Krisis ini diperberat
dengan timbulnya penyakit sereh pada tanaman tebu, sehingga akhirnya
pulau Jawa dalam waktu lama dijauhi oleh kaum kapitalis Belanda.
Pada akhir abad ke-19, muncullah kritik-kritik tajam yang
ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda akibat praktik liberalisme yang
gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat Indonesia. Para pengkritik menganjurkan
untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia. Kebijaksanaan ini didasarkan atas
anjuran Mr. C. Th. Van Deventer yang menuliskan buah pikirannya dalam majalah
De Gids (perinstis/pelopor) dengan judul Een Ereschuld (Berhutang Budi)
sehingga dikenal dengan nama politik etis atau politik balas budi. Gagasan Van
Deventer terkenal dengan nama Trilogi Van Deventer yang isinya sebagai berikut:
1. Irigasi atau pengairan (memperbaiki
pengairan);
2. Emigrasi atau pemindahan penduduk
atau transmigrasi;
3. Edukasi atau pendidikan (memajukan
pendidikan).
Sumber Bacaan :
Poesponegoro, Marwati
Djoened dan Nugroho Noto S. 1984. Sejarah
Nasional Jilid VI.Jakarta : balai
Pustaka
Dekker,Nyman.1975.Sejarah
Indonesia dalam Abad XIX.YPTP Ikip Malang : Amamater
2 Pair High Card Game online - ViSino 온라인카지노 온라인카지노 bet365 bet365 9325Archeage Genesis - Play Online Slot Machine FREE!
BalasHapus