Sabtu, 28 Desember 2013

Indonesia Masa Pendudukan kolonial Belanda


POLITIK LIBERAL (1870 – 1890)
A.    Latar Belakang

Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam yang tidak boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian pendapatan negara juga akan bertambah banyak.
Untuk mewujudkan sistem tersebut, pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan politik kolonial liberal atau sering disebut “politik pintu terbuka” (open door policy). Sejak saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha swasta asing untuk menenemkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan. Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang De Waal, yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula. Undang-Undang Gula (Agrarische Wet) menjelaskan, bahwa semua tanah di Indonesia adalah milik pemerintah kerajaan Belanda. Sistem Pelaksanaan Politik Liberal adalah sebagai berikut :
1.      Penghapusan Sistem Tanam Paksa
2.      Memperluas Penanaman Modal Pengusaha Swasta Belanda
3.      Diberlakukan undang-undang baru pada tahun 1870 untuk menunjang usaha perkebunan, antara lain: UU Agraria(Agrarische Wet), Pernyataan Hak Tanah (Domein Verklaring, dan UU Gula (Suiker Wet)
4.      Mengubah status kepemilikan tanah dan tenaga kerja Tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan (pribadi). Tanah dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual. Jadi, ada kebebasan dalam memanfaatkan tanah dan tenaga kerja.
5.      Meluaskan peredaran uang
6.      Mulai dikenal sistem upah yang diperoleh bila mereka menyewakan tanah dan bekerja di perkebunan dan pabrik.
7.      Membangun sarana perhubungan Perhubungan darat dan laut dikembangkan untuk memudahkan pengangkutan hasil perkebunan. Jalan raya, jalan kereta api, jembatan, pelabuhan, dan sarana lainnya dibangun untuk mempercepat pengangkutan dan perpindahan penduduk ke tempat lain.

B.     Lahirnya Undang-Undang Agraria
Pada tahun 1860-an politik batig slot (mencari keuntungan besar) mendapat   pertentangan   dari   golongan   liberalis   dan   humanitaris. Kaum   liberal   dan   kapital   memperoleh   kemenangan   di   parlemen. Terhadap   tanah   jajahan   (Hindia   Belanda),   kaum   liberal   berusaha memperbaiki   taraf kehidupan   rakyat   Indonesia.   Keberhasilan tersebut   dibuktikan   dengan   dikeluarkannya   Undang-Undang Agraria tahun 1870. Pokok-pokok UU Agraria tahun 1870 berisi:
1.      Pribumi diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada pengusaha  swasta.
2.      Pengusaha   dapat   menyewa   tanah   dari   gubernemen   dalam jangka waktu 75 tahun.
Dikeluarkannya UU Agraria ini mempunyai tujuan yaitu untuk memberi kesempatan dan jaminan kepada swasta asing (Eropa) untuk membuka usaha dalam bidang perkebunan di Indonesia, dan melindungi hak atas tanah penduduk agar tidak hilang (dijual).
UU Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya. Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing. Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan   Undang-Undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula. Isi dari UU ini yaitu:
1.      Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap.
2.      Pada   tahun   1891   semua   perusahaan   gula   milik   pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
Dengan adanya UU Agraria dan UU Gula tahun 1870, banyak swasta asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan maupun pertambangan. Berikut ini beberapa perkebunan asing yang muncul di Indonesia :
1.      Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.
2.      Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3.      Perkebunan kina di Jawa Barat.
4.      Perkebunan karet di Sumatra Timur.
5.      Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
6.      Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Politik pintu terbuka yang  diharapkan   dapat   memperbaiki kesejahteraan rakyat, justru membuat rakyat semakin menderita. Eksploitasi terhadap sumber-sumber pertanian maupun tenaga manusia semakin hebat. Rakyat semakin menderita dan sengsara. Adanya UU Agraria memberikan pengaruh bagi kehidupan rakyat, seperti   berikut:
1.      Dibangunnya fasilitas perhubungan dan irigasi.
2.      Rakyat menderita dan miskin.
3.      Rakyat  mengenal   sistem   upah   dengan   uang,   juga   mengenal barang-barang ekspor dan impor.
4.      Timbul  pedagang  perantara, Pedagang-pedagang tersebut pergi ke  daerah   pedalaman,   mengumpulkan   hasil   pertanian dan menjualnya kepada grosir.
5.      Industri   atau   usaha   pribumi   mati   karena   pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.

C.    Pelaksanaan Politik Liberal

1.      Tenaga Kerja
Penanaman modal di Indonesia, sebagian besar diarahkan untuk pembangunan perkebunan-perkebunan yang dapat menghasilkan komoditi yang diperlukan bagi bahan dasar industri. Lalu dibangunlah perkebunan- perkebunan yang sebagian besar dibangun di daerah Jawa dan Sumatera. Pembangunan perkebunan ini membutuhkan tenaga kerja yang akan digunakan untuk mengurus perkebunan. Dengan demikian, banyak penduduk yang diangkat menjadi tenaga kerja perkebunan, bahkan untuk perkebunan di Sumatera diangkat tenaga kerja yang berasal dari Jawa. Terjadilan arus transmigrasi dari pulau Jawa ke Sumatera yang dilakukan secara paksa. Bahkan ada di antara orang-orang Jawa ini yang dikirim ke daerah Madagaskar dan Suriname.
Eksploitasi yang dilakukan oleh para kapitalis terhadap penduduk Indonesia dilakukan dengan gaya baru. Para pekerja dipaksa untuk bekerja di perkebunan-perkebunan dengan upah yang sangat minim dengan beban kerja yang sangat tinggi. Mereka tidak bisa menghindar dari ketentuan tersebut karena mereka terikat kontrak kerja. Pada tahun 1881, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan undang-undang Koelie Ordonantie yang mengatur para pekerja. Berdasarkan undang-undang tersebut, para kuli bekerja sesuai dengan kontrak. Bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut akan dijatuhkan hukuman berupa poenale sanctie. Para pengusaha diberikan kewenangan dan hak yang besar untuk memperlakukan dan menjatuhkan hukuman para pekerja sesuai dengan keinginannya.
Untuk mendukung program perkebunan tersebut, pemerintah kolonial Hindia Belanda membangun berbagai prasarana, seperti irigasi, waduk, jalan raya, jalan kereta api, serta pelabuhan-pelabuhan. Pembangunan sarana-sarana tersebut seringkali memakan korban jiwa yang sangat banyak dari penduduk Indonesia karena mereka dipekerjakan secara paksa. Akan tetapi dengan pembangunan prasarana tersebut, terutama pembangunan jaringan jalan raya telah menimbulkan pengaruh bagi tumbuhnya mobilitas penduduk. Pembangunan jalan raya dan kereta api memungkinkan pertumbuhan dan hubungan antarkota secara cepat. Dampaknya adalah lahirnya kota-kota baru di daerah pedalaman seperti Malang, Bandung, Sukabumi, dan sebagainya. Lahirnya kota-kota baru tersebut memicu pertumbuhan urbanisasi yaitu gerak perpindahan penduduk dari desa ke kota.

2.      Kemajuan Ekonomi

Selama zaman Liberal (1870–1900), usaha-usaha perkebunan swasta Barat mengalami kemajuan pesat dan mendatangkan keuntungan yang besar bagi pengusaha. Kekayaan alam Indonesia mengalir ke Negeri Belanda. Akan tetapi, bagi penduduk pribumi, khususnya di Jawa telah membawa kemerosotan kehidupan dan kemunduran tingkat kesejahteraan. Hal ini sangat terasa sejak adanya krisis perkebunan tahun 1885 yang mengakibatkan uang sewa tanah dan upah pekerja di pabrik serta perkebunan menurun.

3.      Akibat Politik Liberal

Tahun 1885 perkembangan tanaman perdagangan mulai berjalan lamban dan terhambat, karena jatuhnya harga-harga gula dan kopi di pasaran dunia. Dalam tahun 1891 harga tembakau turun drastis, sehingga membahayakan perkebunan-perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur. Krisis tahun 1885 mengakibatkan terjadinya reorganisasi dalam kehidupan ekonomi Hindia-Belanda. Perkebunan-perkebunan besar tidak lagi sebagai usaha milik perseorangan, tetapi direorganisasi sebagai perseroan-perseroan terbatas. Pimpinan perkebunan bukan lagi pemiliknya secara langsung, tetapi oleh seorang manager, artinya seorang pegawai yang digaji dan langsung bertanggungjawab kepada direksi perkebunan yang biasa dipilih dan diangkat oleh pemilik saham.
Krisis perdagangan tahun 1885 juga mempersempit penghasilan penduduk jawa, baik uang berupa upah bagi pekerjaan di perkebunan-perkebunan maupun yang berupa sewa tanah. Politik kolonial baru yaitu colonial-liberal, semakin membuat rakyat menjadi miskin. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor :
1.      Kemakmuran rakyat ditentukan oleh perbandingan antara jumlah penduduk dan faktor – faktor produksi lainnya seperti tanah dan modal.
2.      Tingkat kemajuan rakyat belum begitu tinggi, akibatnya mereka menjadi umpan kaum kapitalis. Mereka belum mengenal sarekat kerja dan koperasi untuk memperkuat kedudukan mereka.
3.      Penghasilan rakyat masih diperkecil oleh system voorschot (uang muka)
4.      Kepada rakyat Jawa dipikulkan the burden of empire (pajak /beban kerajaan). Sebagai akibat politik tidak campur tangan Belanda terhadap daerah luar jawa, pulau Jawa harus membiayai ongkos-ongkos pemerintahan gubernmen diseluruh Indonesia.
5.      Keuntungan mengalir di negeri Belanda, pemerintah juga tidak menarik pajak dari keuntungan – keuntungan yang didapat para pengusaha kapaitalis. Pemerintah menganut system pajak regresif, yang sangat memberatkan golongan berpendapatan rendah.
6.      Meskipun system tanam paksa telah dihapuskan tetapi politik batig-slot belum ditinggalkan.
7.      Krisis tahun 1885 mengakibatkan terjadinya pinciutan dalam kegiatan pengusaha-pengusaha perkebunan gula, yang berarti menurunnya upah kerja sewa tanah bagi penduduk. Krisis ini diperberat dengan timbulnya penyakit sereh pada tanaman tebu, sehingga akhirnya pulau Jawa dalam waktu lama dijauhi oleh kaum kapitalis Belanda.

Pada akhir abad ke-19, muncullah kritik-kritik tajam yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda akibat praktik liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat Indonesia. Para pengkritik menganjurkan untuk memperbaiki nasib rakyat Indonesia. Kebijaksanaan ini didasarkan atas anjuran Mr. C. Th. Van Deventer yang menuliskan buah pikirannya dalam majalah De Gids (perinstis/pelopor) dengan judul Een Ereschuld (Berhutang Budi) sehingga dikenal dengan nama politik etis atau politik balas budi. Gagasan Van Deventer terkenal dengan nama Trilogi Van Deventer yang isinya sebagai berikut:
1.      Irigasi atau pengairan (memperbaiki pengairan);
2.      Emigrasi atau pemindahan penduduk atau transmigrasi;
3.      Edukasi atau pendidikan (memajukan pendidikan).



 
Sumber Bacaan :
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Noto S. 1984. Sejarah Nasional Jilid   VI.Jakarta : balai Pustaka
Dekker,Nyman.1975.Sejarah Indonesia dalam Abad XIX.YPTP Ikip Malang : Amamater

1 komentar:

  1. 2 Pair High Card Game online - ViSino 온라인카지노 온라인카지노 bet365 bet365 9325Archeage Genesis - Play Online Slot Machine FREE!

    BalasHapus